Sabtu, 24 Juli 2010

Golongan Pria dan Wanita dalam Kehidupannya

Alhamdulillah bisa ketemu lagii.. Secara tidak disengaja beberapa waktu ini ada satu obrolan yang masih jauh dipikiran dan rencana saya, yaitu obrolan persiapan meningkatkan status, dari taraf berpacaran menjadi hubungan yang dicatat Kantor Urusan Agama a.k.a pernikahan. Satu hal yang belum terpikirkan sebelumnya bagi saya. Hmm..masih ada hal yang ingin saya capai terlebih dahulu sebelum kearah sana. Tapi, tentu bukan hal yang salah juga kalo kita iseng-iseng mendiskusikannya saat ini. Mungkin dari obrolan-obrolan ringan ini bisa diambil banyak pelajaran untuk ke depannya.

Terkait hal tersebut saya jadi mau menambahkan satu posting di blog/notes ini nih, ehehee.. Tadinya saya ingin menulis langsung dari isi kepala saya sendiri, tapi ketika mulai menulisnya saya malah keingetan sama beberapa bagian di salah satu novel. So, saya buka kembali aja bagian-bagian di novel itu dan hampir sama persis dengan apa yang akan saya tulis. Daripada nanti malah menjiplak mending saya tulis ulang aja bagian novel itu. Langsung aja yak! Cek-dis-ot..!!

Golongan Pria dan Wanita dalam Kehidupannya

*Bagian percakapan Gege dengan teman-temannya di saat makan siang*
.....
“Cowok itu pada dasarnya dibagi jadi dua..”
“ah ah, aku tau lah ini. Mereka yang sepanjang lontong dan sependek tahu?” Eman dengan penuh aspirasi bertanya.
“Hhh! Hina!” Tia memandang dengan jijik.
“Pertama adalah mereka yang percaya adanya seorang wanita dalam kehidupan mereka, akan membuat mereka lebih bersemangat meraih cita-cita. Kata mereka,
‘Malu dong sama pacar kalo nganggur.’
‘Malu dong sama dia kalo ga ranking.’
Bagi mereka, kalo nggak pacaran malah kurang motivasi idup. Mereka butuh orang di samping untuk proses kedewasaan mereka.
Mereka ini butuh dihargai dulu sebelum mereka PD menghadapi hidup.
Mereka bilang
‘Liat deh, gue pengen jadi orang yang lebih dewasa karena elo.’

Kedua adalah mereka yang terkesan jomblo seumur idup. Mereka nggak berani pacaran sebelum tua. Mereka bilang,
‘Takut IP-nya ditanya sama orangtua pacar.’
Gua belum punya apa-apa yang bisa dibanggain.’
Mereka memotivasi diri.
Sebenarnya mereka menempa diri mencari penghargaan dalam hidup agar suatu saat bisa PD menghadapi seorang perempuan.Agar suatu saat bisa bilang,
‘ini loh, gua udah mendewasakan diri. Gua yakin kok gua bisa ngebahagiain elo.’

*Bagian percakapan Gege dan Caca*
.....
Gege menghela nafas panjang. Saatnya dia menjelaskan pada wanita yang dia cintai, apa yang selama ini dia lakukan. Gege kemudian menjelaskan dengan panjang lebar teori yang dulu dia pernah kemukakan di makan siang bersama teman-teman.
“menarik”
“wajar ya Ca.. Gege kan udah 27. Mikirnya kalo pacaran, ya untuk nikah,” kali ini Gege memang bertutur terus terang, tentang bagaimana dia memandang perjodohan.
“Pria itu pemimpin keluarga. Tugasnya melindungi, membina, dan mencukupi. Mereka bangga kalo mereka bisa mencukupi istri dan anak.”
“...”
“Contoh paling gampang. Masalah pria dan harta. Kita lihat banyak pria yang bela-belain nikah tua. Mereka itu pengen maksain kalo mereka punya cukup bekal untuk nikah.”
“Tapi kan nggak semua wanita itu matre Ge. Jangan digener...”
“Bukannya kita memandang bahwa wanita itu matre...” Gege segera meneruskan argumennya.
“...tapi justru kita yang menuntut diri kita untuk mampu membiayai hidup anak istri. Sedablek-dableknya pria, nggak ada suami yang pengen ngeliat istri susah kan?”

“...”
“Itu dari materi. Sekarang dari mental. Banyak juga pria yang nggak mau nikah dulu karena mereka mikir, ngurus diri sendiri aja masih nggak disiplin, susah. Gimana mau ngurusin sebuah keluarga coba? Pria kan imam keluarga. Gimana berani jadi imam, kalo sholat juga masih bolong-bolong?”
“...”
“Di saat semua itu sudah siap, baru kita mencari pasangan. Semua pria dalam kadar yang berbeda mencari tempaan ya Ca. Pria itu membutuhkan pencapaian.”
“untuk?”
“Supaya mereka bisa yakin sama diri sendiri. Dan bisa ngeyakinin wanita bahwa dia layak dicintai.
‘Nih liat gue bisa cari duit.’
‘Nih liat, gue dewasa.’
‘Nih liat, gue bisa mimpin keluarga.”

Mereka saling menyandarkan badan. Mereka melihat gelas masing-masing dan saling tenggelam berusaha meresap apa yang baru Gege katakan.
***

Nah! Kalo menurut kalian gimana nih? Atau mau pilih yang mana?? ^_^
Ini saya bukan mau promosi ya, tapi saya emang harus mencantumkan sumbernya.
Sumber; Gege Mengejar Cinta – Adhitya Mulya.

Selasa, 13 Juli 2010

Tawamu Membuat Saya Senang (Cerpen)

Ole..!!
Akhirnya bs juga muncul kembali nih di dunia pertulis-tulisan. Hmm..tinggal di rumah ternyata lebih banyak godaannya! Dikit-dikit, Kak Yudi..main ini, main itu.. trus kak Yudi..beli ini, beli itu.. ahahaa..tp gapapa, semua itu sungguh menyenangkan dan sekarang, mulai dari senin kemarin semua itu resmi berakhir. Setidaknya dari pagi sampe jam 12 siang. Karena mereka, keponakan-keponakan ane itu udah pada balik ke sekolahnya masing-masing. Aheiy!!

Awalnya ane mw meneruskan hasil percobaan olahan kerangka cerita panjang ane tempo hari tapi ternyata pas udah nulis jadinya malah jadi keluar konten, ahahahaa..dari pada tanggung yawdah ane selesain buat jadi cerpen aj deh. Biar tidak ada kesalahpahaman jadi ane perlu menegaskan bahwa cerita ini adalah FIKSI ^_^. Langsung di-cek aja gan dan jangan lupa dikomentarin yak!! Wajib..!!


Tawamu Membuat Saya Senang

Seperti biasa sehabis bekerja saya mengajak pacar pulang bersama. Seperti biasa saya yang akan menjemputnya. Seperti biasa juga dia, si pacar saya, menunggu di depan kantornya. Tapi, tidak seperti biasa wajah cantik pacar saya berubah jadi kusut seperti itu ketika saya jemput.

“Pasti ada sesuatu”, curiga saya dalam hati.

Oleh karena kusutnya wajah cantik pacar saya, jadi saya harus tau situasi. Bahwa saat ini bukan saat yang tepat buat saya mengatakan, “saya mau menyetrika wajah kusut kamu biar lurus”. Karena bercanda di saat seperti ini, bisa saja menimbulkan tabrakan antar planet atau rusaknya rotasi planet-planet di galaksi Bima Sakti. Sensitifnya pasti masih tinggi.

“Neng beli cartridge dulu ya”, ujar saya kepadanya tapi si-nya masih kusut dan lesu. Dia hanya menjawab singkat dengan mengangguk, “iya”

Sungguh teman, ketika pacar lagi kusut seperti ini rasanya tidak enak. Ingin rasanya segera menyampaikannya ke rumah. Tapii..ah kena macet! Baiklah sepertinya menaikkan kecepatan motor ini adalah alasan yang cukup baik. “Neng pegangan”, ujar saya langsung kebut itu motor!

Saya salip itu semua mobil sepanjang jalan!
Ngesot di tikungan!!
Terabas lampu merah!!
Jemping di depan rumah sakit!!
Turun kek orang gila sepanjang gang!!
ampir nabrak becak di komplek!!
swiiinnggg… akhirnya nyampe juga di rumahnya.

“a, katanya mau beli cartridge?”
--Krik..krik..krik..--

Akhirnya dengan setengah mengulang rute tadi saya berhasil membeli itu cartridge dan kembali sampai di rumah pacar untuk kedua kalinya. Maklum terlalu bersemangat.

Si pacar sudah habis mandi ketika saya datang (lagi) ke rumahnya. Ah, beruntung rasa punya pacar seperti dia. Dikala mandi pun cantiknya tidak luntur oleh air. Bahkan karena mandi badannya malah jadi bersih dan segar. Tapi raut mukanya masih agak kusut jadi menurut saya itu tidak cantik.

Di rumahnya sedang tidak ada orang. Orang tuanya pergi menjenguk saudara yang sedang sakit. Jadi saya dipinta untuk menemaninya. Saya dipersilahkannya duduk di sofa ruang tamu. Dibuatkannya saya segelas orange juice dingin. Diserahkannya itu orange juice dingin ke saya dan dia duduk disamping saya sambil menyandarkan kepalanya dibahu saya. Segar rasanya itu orange juice saya minum. Tapi kurang indah karena yang membuatnya sedang kurang bergairah.

“kenapa?”, saya bertanya dengan hati-hati. Dia lalu cerita. Alaaahhh…nyatanya soal biasa. Masalah kantor yang bikin dia sedih. Bikin dia kesel. “oh, jangan kesel. Justru harusnya kamu harus senang, biar orang yang bikin kamu kesel jadi merasa tidak berhasil bikin kamu kesel. Jangan sedih juga, nanti kita yang rugi..”
“Rugi apa?”
“karena ketika kita lahir orang tua kita senangnya bukan main..” sumpah demi Tuhan, saya sendiri tidak sadar bias berbicara seperti ini.
“hehehe. Iya”, akhirnya dia tertawa.

Tidak lama kemudian hujan datang membawa komplotannya sehingga menjadi deras.
“Neng tau kenapa orang-orang takut kehujanan?”, demi Tuhan, sekali lagi ini keluar secara spontanitas.
“kenapa?”, dia jawab dengan pertanyaan.
“karena hujan datengnya keroyokan”
“hehehee..garing”, ujarnya tapi tetap saja.. meskipun garing dia tetap tertawa. Lanjut.

“Neng tau di dalem matahari itu dingin?”
“lho! Emang gtu?”, sebagai mantan penghuni kelas IPA dia patut keheranan dan beginilah ekspresi jika manusia sedang dilanda kesensitivan tingkat tinggi, mudah tertipu daya.
“khan ada AC-nya neng”
“huuu…garing-garing. Hehehee.”, lagi, meskipun garing tapi dia tetap tertawa. Mungkin tertawanya karena dia merasa ditipu daya kali yah.

“ganti singkatan a!”, nah sekarang dia mulai ikutan, “neng duluan!”, pintanya
“iya”
“Apakah kepanjangan? Singkatan IPOLEKSOSBUDHANKAMNAS? Jawab a!”
Wah dia sungguh ingin mengetes kemampuan saya, “Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Kemanan Nasional”, jawab saya bersemangat dan bergaya seperti orang pintar saja laga-nya.

“salaahhh..ahahahaa..”, dia tertawa geli sekali. “jawabannya iya betul kepanjangan, ahahahaa..”, dia tertawa lagi. Saya juga tertawa. Tertawa akibat malu. Tadi saya menipu dia, sekarang gantian saya yang kena tipu.

Tidak lama kemudian hujan pun reda. Orang tuanya pun tiba di rumah. Oleh sebab itu kini tugas saya menjaganya akan saya limpahkan kembali ke orang tuanya. Eh! Ini bukan karena saya lelaki yang tidak bertanggung jawab yah. Ini karena memang kami belum menikah. Jadi, masih tanggung jawab orang tua masing-masing.

Saya berpamitan kepada orang tuanya dan dia, si pacar mengantarkan saya ke gerbang rumah.
“lebih baikan khan?”, tanya saya padanya
“iya”, jawab si-nya dengan senyum termanisnya malam ini
“Terima kasih donk..”
“iya, terima kasih ya a”
“...kepada Tuhan”
“iya kepada Tuhan”
“...karena sudah memberikan pacar yang baik”
“hrrk..hrrkk..hrrkk..”, itu suara dia pura-pura ngorok sambil menyandarkan kepalanya dibahu saya.

Saya pamit dan saya pulang dengan senang.
***

Jangan lupa komennya yak!