Rabu, 25 Agustus 2010

Ketika Perempuan Memberikan Pilihan & Pepotoan

Salamlekuumm...
Musti dijawab yah! Soalnya kalo tidak pasti dosa hukumnya. Ahahahaa.. seperti biasa nii..ane lagi lumayan pengen sering nge-post cerpen. Sebenernya bukan cerpen juga sii..ini bagian dari cerita panjang yang lagi ane cobain. Cuma ane bikinnya emang per-part per-part gtu, jadi kalo diposting ya kaya posting cerpen aja. Trus selain posting itu ane juga mau posting pepotoan ane pas masih di Nangor. Ane lagi lumayan teringat sama kondisi yang ane poto nih. Eh! tapi pepotoannya cuma pake camdig, jadi mungkin hasilnya mah biasa-biasa aja. Yawdah langsung ke TKP aj ye..

Ketika Wanita Memberikan Pilihan
Sabtu malam ini gue sama si pacar bakal menghadiri pesta salah satu teman kantornya.
Dasar wanita yah! Kalo dandan pasti suka kalap waktu. Ini aja kurang lebih udah hampir 40 menitan gue nunggu di ruang tamu rumahnya.

Pucuk datang ulam pun tiba. Akhirnya perempuan yang gue tunggu-tunggu, perlahan tapi pasti mulai memunculkan sosoknya. Dituruninya anak tangga satu per satu. Hmm..okeh! Kayanya gue harus memaklumi kenapa perempuan membutuhkan waktu lebih untuk bersolek. Hasilnya memuaskan! Cantik.

Dari anak tangga itu, gue juga melihat sosok perempuan itu tampil cantik dengan gaun hitam yang dikenakannya. Mungkin akan terlalu berlebihan kalo gue membandingkannya dengan putri raja tapi apapun yang ditampilkannya malam ini, gue patut bersyukur karena udah diizinkan Tuhan menjadi pacarnya saat ini.

Kalo boleh gue ilustrasikan, tampilan gaunnya akan seperti gambar dibawah ini. Harap maklum yah, gue kurang begitu bisa mendeskripsikan tampilan secara mendetail. Jadi gue gunain ilustrasi gambar langsung aja yah.

Selepas anak tangga terakhir dia berjalan ke arah tempat gue menunggu, di sofa ruang tengah.
“Hon(honey.red), mana yang cocok aku kenakan untuk gaun ini?”, ujarnya sambil menunjukkan dua buah sepatu berwarna merah marun dan hitam yang disembunyikan dibelakang pinggulnya.

Ah! Pertanyaan pilihan itu jadi mengingatkan gue sama kejadian beberapa tahun yang lalu nih. Saat Toni, sang pakar cinta dan wanita kita mengeluarkan salah satu petuahnya.
‘kalo cewek ngasih pertanyaan pilihan jangan sekali-kali lo secara spontan memilih satu diantaranya. Kalo itu terjadi dan yang lo pilih itu ternyata salah! lo pasti akan mendapat pertanyaan susulan yang ngga kalah ngebingunginnya. For Your Information, sebetulnya para kaum hawa ini udah punya pilihan sendiri sebelum pilihannya itu ditanyakan. Nah, jadi untuk menanggulangi hal yang bukan masalah tapi bisa menjadi awal kiamat ini, kita harus selidiki kemauan si perempuan. Seperti yang tadi gue bilang mereka udah punya pilihan jadi kita perhatiin aja dari gerak-geriknya, tatapan matanya, liat gerakan tangannya atau tanda-tanda lain yang bisa diartikan sebagai pilihannya ketika mengajukan pilihan ke kita. Kalo perlu bolehlah kita mengajukan pertanyaan balik tentang pilihan mereka tadi’, gue, Laras dan Fajar untuk kesekian kalinya merasa takjub dengan teori yang dijabarkan Toni.

‘kenapa bisa gitu Ton?’, Laras penuh antusias

‘Karena sesungguhnya kaum hawa ketika memberikan pilhan tidak dengan sungguh-sungguh meminta solusi kaum adam. Mereka hanya butuh dukungan dan pengakuan kuat kaum adam atas pilihan yang sudah mereka tetapkan sebelumnya. Betul saudari Laras?’

‘bet-tul. Hehehee..’, jawab Laras dengan senyum. Standing Applause to Toni..

“Honey?!”
“Oh!” spontan gue kaget disadarkan si pacar.
“ih. kamu malah ngelamun lagi. Hayo! honey menurut kamu lebih cocok yang mana?”, si pacar kini berada tepat sejajar sama gue yang lagi duduk di sofa. Posisi dia setengah berjongkok sambil mengangkat dua pasang sepatu beda warna itu di tangan kanan dan kirinya sebatas tinggi mata.
Gue cuma senyum dan bilang, “Kalo menurut kamu sendiri pilih yang mana?”
“lhoo.. aku khan tanya kamu honeeyyy... Kok malah ditanya balik?”
“Iya, karena diantara kita berdua, kamulah orang yang paling tau tentang menyesuaikan penampilan. Tentu dalam hal ini pun kamu tidak akan kehilangan kemampuan itu”, gue ngga nyangka bisa ngeluarin kata-kata barusan; yang ngga gue sadar, itulah fakta yang selama ini terjadi kalo kita akan menghadiri suatu pesta.
Si pacar pun tersenyum, dengan mata berbinar dia mantapkan pilihan , “aku pilih yang merah”.
“Perfect!!”
“Gaunku berwarna hitam, sepatu berwarna merah marun pasti akan cocok!”
“Betul. Khan undangannya pun ke pesta pernikahan yah bukan pesta pemakaman yang serba hitam”
“hahahaa.. ih, kamu bisa aja!”
Dia lalu berdiri, diusap rambutku sebentar dan beranjak kembali ke kamarnya untuk mengambil tas dan menaruh sepatu yang satunya lagi. Kalo boleh gue ilustrasikan tampilan sepatunya akan tampak seperti gambar dibawah ini.

Sebelum menuju mobil dan berangkat kami berpamitan dengan ibunya. Lalu dia gandeng tangan kiri gue sambil berjalan menuju mobil, sedikit berbisik gue bilang, “Pilihannya cocok hon. Cantik!”
“aduh, aduh”, bukannya dapet ucapan terima kasih karena gue puji. Eh, gue malah dapet cubitan dipinggang. Tapi tak apa, malam ini pasti mengagumkan. Tuhan, sampaikan terima kasihku kepada Toni. (end).


Pepotoan!!
Iseng-iseng main sama si camdig di pagi hari di Jatinangor, jadi hasilnya kaya gini nih:
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Makasih udah mau nyimak yak!
Buat agan Kevin, makasih yak gara-gara main ke blog ente, ane jadi gatel pengen posting hasil camdig, hahahahaa..

Selasa, 17 Agustus 2010

Mengapa Pria Tidak Lebih Peka Dari Wanita?

Well, posting-an ini bisa dibilang ane buat secara kebetulan. Secara kebetulan ane lagi baca buku, trus secara kebetulan juga liat status di facebook yang bunyinya seperti ini nih, “Facebook must be a woman. A man would never ask, ‘What’s on your mind?’”. Untuk keamanan dan kenyaman ane ngga usah cantumin siapa pemilik status itu yak? ^_^.

Entahlah ada atau tidak adanya hubungan antara status itu sama buku yang lagi ane baca, yang penting ane cuma pengen posting, ehehehee.. langsung aj deh ke TKP..

Mengapa Pria Tidak Lebih Peka Dari Wanita?

Mengapa pria tidak lebih peka dari wanita?
Itu bukan karena wanita memiliki indera yang lebih hebat. Hanya saja, indera pria lebih tumpul jika dibandingkan dengan indera wanita. Dalam dunia wanita yang sangat peka, mereka mengharapkan pria mampu membaca lisan, suara dan tanda-tanda bahasa tubuh mereka.

Untuk alasan revolusionerlah, maka hal itu didiskusikan –meski bukan itu masalahnya. Wanita secara diam-diam menduga bahwa seorang pria akan tahu apa yang diinginkannya atau dibutuhkannya; dan ketika para pria itu tidak mengerti tanda-tanda yang diberikan, wanita itu akan menuduhnya sebagai “tidak peka”. Sedangkan pria di manapun akan membela diri, “apakah aku harus bisa membaca pikiran mereka?”.

Lyn dan Chris sedang mengendarai mobil pulang dari sebuah pesta. Chris mengemudi, Lyn menunjukkan arah. Mereka rupanya baru saja bertengkar karena Lyn mengatakan untuk berbelok ke kiri, padahal sesungguhnya yang dimaksudkan adalah berbelok ke kanan. Sembilan menit berlalu dalam kebisuan, sehingga Chris menduga ada yang tidak beres. “Sayang.. kamu tidak apa-apa?” tanya Chris. “Ya. Aku tidak apa-apa!” sahut Lyn.

Penekanan pada kata “tidak apa-apa!” berarti bahwa segalanya jauh dari ‘tidak apa-apa’. Chris mengingat kembali pesta yang baru saja mereka hadiri. “Aku melakukan kesalahan malam ini?” tanya Chris. “Aku tidak mau membicarakannya!” bentak Lyn.

Ini artinya Lyn sangat marah dan betul-betul ingin membicarakannya. Sementara Chris, ia betul-betul kebingungan mengingat-ingat kesalahan apa yang telah dilakukannya sehingga membuat marah Lyn. “Katakan padaku, sayang. Apa yang aku lakukan di pesta?” ia memohon. “Aku betul-betul tidak tahu apa yang telah kulakukan tadi!”

Dalam percakapan seperti ini, biasanya si pria memang mengatakan yang sebenarnya – dia betul-betul tidak mengerti masalahnya.

“Baiklah,” kata Lyn. “Aku akan katakan masalahnya, walau kamu pura-pura bodoh!” –tetapi Chris tidak berpura-pura bodoh. Ia benar-benar tidak mengerti mengapa Lyn marah. Lyn menarik nafas panjang. “Wanita centil murahan itu, selalu berada di dekatmu sepanjang malam dan mengirim tanda-tanda ajakan padamu. Sementara kamu tidak menghindarinya –kamu bahkan membuatnya semakin berani!”

Sekarang Chris benar-benar bingung. Wanita centil murahan yang mana? Tanda-tanda ajakan apa? ia tidak melihat apa-apa.

Berikut adalah yang terjadi di pesta: Ketika ‘wanita centil murahan itu’ berbicara pada Chris (ini adalah istilah yang digunakan wanita untuk wanita semacam itu. Sementara pria akan menyebut wanita seperti itu sebagai ‘ wanita menawan’). Ia tidak melihat bahwa wanita itu mengangkat pinggulnya ke arah Chris, menyibakkan rambutnya, mengusap-usap pahanya sendiri, menatap Chris lebih lama dari yang bisa disebut tatapan sopan, dan mengelus-elus tangkai gelas minumannya serta berbicara dengan nada manja seperti seorang gadis sekolahan.

Yah, Chris adalah ‘seorang pemburu’(hakikat seorang pria pada umumnya). Ia mampu melihat seekor Rusa diujung cakrawala dan mengatakan seberapa cepat hewan itu bergerak. Namun ia tidak memiliki kemampuan untuk mengerti tanda-tanda bahasa tubuh, arti suara dan tatapan yang ditujukan padanya.

Semua wanita dalam pesta itu akan melihat ‘wanita centil murahan itu’ tanpa harus memalingkan kepalanya untuk benar-benar menyaksikannya. Lalu sebuah naluri jarak jauh ‘waspada akan wanita nakal’ terkirim dan diterima oleh semua wanita dalam pesta itu. Sementara kebanyakan pria di sana, tidak mengerti sama sekali akan hal itu.

Maka ketika seorang pria mengaku bahwa ia memang mengatakan yang sebenarnya –tentang apa yang dituduhkan padanya– ia mungkin saja memang mengatakan yang sesungguhnya. Hal ini bisa terjadi karena otak pria tidak dilengkapi dengan bagian untuk mendengar atau melihat lebih rinci dibandingkan wanita. Oleh karena itu para pria selalu membutuhkan bantuan wanita untuk mengetahui ketidakpekaannya tersebut.

Sebuah penelitian membuktikan bahwa pria merupakan pembaca pikiran yang payah. Tapi kabar baiknya adalah pada umumnya mereka dapat dilatih untuk meningkatkan kewaspadaan mereka akan pesan-pesan tak terucap dan nada suara. (end)

Btw, sampel yang disajikan tadi itu hanyalah satu sampel dari sekian banyak sampel yang ada di dunia ini. Jadi, untuk penerapannya tinggal disesuaikan dengan kondisi terkini yang terjadi yak!

Makasih buat yang udah mau nyimak dan mau meninggalkan komentarnya di-postingan ini ^_^

Sumber: Why Men Don’t Listen and Woman Can’t Read Maps – Allan + Barbara Pease.

Kamis, 05 Agustus 2010

Cinta-cinta.. SUNGGUH ANEH !! (Fiksi saya lagi)

Halloo..brader-sister..
Saya posting karya fiksi lagi nihh.. ^_^ ini sebetulnya satu bagian dari beberapa bagian yang belum tau kapan selesainya, ehehee.. mohon saran dan kritiknya aja ah! Wajib..!!

Bab 1
Cinta-cinta.. SUNGGUH ANEH !!


Cinta itu kadang suka aneh yah?

Salah satu keanehannya itu terjadi ketika Laras, sahabat gue cerita tentang Fajar, pacarnya yang marah banget ketika dia udah ngga lagi mengingatkannya akan pentingnya bahaya merokok. Padahal sebelum-sebelumnya pas diingatkan pun Fajar selalu enggan untuk berhenti dari kebiasaannya itu. Menurut Laras, alasan dia berhenti mengingatkan Fajar, ya karena dia sudah pada taraf mengerti akan kekurangan Fajar. Tapi, kenapa respon dari Fajar sangat bertolak belakang?

Haduhh.. apakah urusan cinta itu terlalu sensitif?
Bahkan untuk hal-hal yang mungkin, bisa dikatakan sepele.

Akibat rokok tadi, mereka sempat bertengkar hebat. Bahkan hal-hal yang ngga ada sangkut-pautnya sama rokok pun jadi topik pertengkaran. Ni rokok udah kaya bensin kesamber api. Kena satu langsung nyamber kesemua. Sesensitif itukah urusan rokok-merokok? Atau lagi-lagi, sesentif itu-kah urusan cinta?? Kalo versi gue mah, ANEH..

Semakin aneh lagi nih sama alasannya si Fajar. Dia bilang Laras udah ngga perhatian lagi gara-gara hal rokok tadi. -???-

Sebagai sahabat dari mereka berdua, gue coba deh cari-cari akar masalahnya di mana. Gue coba lihat masalahnya dari sisi logika dan emosional. Bukan gimana-gimana yak! Menurut gue cinta bukan hanya permainan emosi. Cinta juga perlu logika, agar cinta itu bisa berjalan dengan baik dan normal.

Secara logika gue ngga nemuin adanya indikasi kerugian di kubu Fajar. Bahkan kalau pikirannya normal, harusnya si Fajar itu merasa senang! Dia bisa melanjutkan kegiatan rokok-merokoknya tanpa adanya rongrongan dari Laras. Tapi, nyatanya Fajar malah marah. Aneh..

Secara emosional, gue melihat adanya indikasi Fajar selalu ingin diingatkan. Selalu diperhatikan. Meskipun dia suka melanggar aturan-aturan yang dibuat Laras, tapi dia selalu ingat apa yang dilakukan Laras untuknya, dan dia tidak mau kehilangan hal itu.

Nahh..tinggal gue dah yang bingung sendiri. Tapi kenapa gue yang bingung yak? Lhaa..yang pacaran mereka bedua. Lha trus gue? Iyak-lahh..gue khan sahabat mereka berdua. Repotnya mereka hampir selalu curhat(curahan hati) ke gue kalo lagi ada urusan sama yang namanya berantem gara-gara cinta. Aduehh..mau gue kasih saran apa nih bocah bedua. Sulit..!!

Akhirnya dari pada bingung sendiri, mending gue temuin aja deh mereka berdua. Jadi wasit lagi deh gue! Mudah-mudahan di tempat ketemuannya nanti ga ada yang namanya benda-benda tajam yang bisa dilempar atau bisa dipake buat nusuk!

Nah! Lagi-lagi nih, gue keheranan sama yang namanya cinta. Gue temuin tuh mereka berdua. Ehh..gue sama sekali ngga ngeliat mereka marahan dah! Mereka malah udah saling senyum, sayang-sayangan, bahkan udah manja-manjaan di depan gue. Seolah sudah saling memaafkan dan sudah saling melupakan kejadian yang lalu. Makin ga ngerti aja, gue sama yang namanya cinta!

Beres menjadi mediator (yang harusnya tidak perlu!). Gue pergi ke kampus. Ada tugas yang harus gue kumpulin siang ini. Cukup panas Jatinangor hari ini. Sekedar informasi bahwa hari-hari sebelumnya di Jatinangor juga panas. Jadi, sebetulnya informasi ini sungguh tidak penting, hehehee..just to the intermezzo. Kembali lagi, meskipun terik matahari mengganas, itu bukan satu halangan yang berarti buat gue melangkahkan kaki ke kampus. Tentu saja! Gue ga rela-lah bakal dapet nilai jelek gara-gara cuma telat ngumpulin tugas.

Trus terang aja nih. gue juga rada ga rela sama cewe yang barusan nyenggol tas gue dari belakang tanpa minta maaf.. “Buru-buru mau ke mana si mbak? Tenang,, kampus ga akan pergi ke mana-mana.”, gumam gue dalam hati. Tapi, buru-buru juga deh gue hapus itu hujatan jelek. Gue perhatikan langkahnya, ni cewe sepertinya emang lagi buru-buru. Gue perhatiin lagi, dia cukup cantik! Hmm..oke oke dia cewe yang CANTIK tanpa ada kata “cukup” di depannya.

Entah siapa namanya, ni cewe udah jelas-jelas meruntuhkan teori gue tentang perilaku sombong cewe-cewe cantik di kampus ini. Menurut pengamatan gue selama hampir setahun ke belakang ini, banyak sekali ditemukan sampel-sampel adanya keengganan cewe-cewe cantik di kampus dalam hal menggunakan kakinya berjalan dari gerbang kampus ke gedung kuliah.

Tentu saja, semua asumsi ini sudah ditambahkan dengan cewe cantik yang sudah punya pacar, yang kebetulan pacarnya memiliki kendaraan untuk antar-jemput. Serta, keberuntungan cewe-cewe cantik yang kebetulan jomblo, yang kebetulan juga sedang didekati senior yang sudah paham betapa memiliki kendaraan itu begitu penting, terutama dalam hal urusan PDKT. Atau, kelihaian cewe-cewe cantik yang memanja dan meng-iba kepada temen sekelas yang punya kendaraan untuk mengantarkannya ke sana-sini dengan senang hati. Asumsi ini ditambah fakta terjadi keyakinan dikalangan pria-pria di kampus bahwa memboncengi cewe cantik jelas akan mempengaruhi prestise-nya di kampus.

Dan, sesungguhnya asumsi-asumsi itu tidak hanya berlaku terhadap cewe-cewe cantik saja, cewe yang biasa pun bisa melakukannya. Jadi lagi-lagi, ini sungguh informasi yang NGGA PENTING !!

Terkait urusan antar-mengantar, salah satu teman gue, sebut saja namanya Toni. Mahasiswa tingkat dua yang berstatus pacar Intan, mahasiswi tingkat satu. Dengan segala hormat dan tidak adanya niat untuk menjatuhkan kredibilitas Intan sebagai mahasiswi yang ber-IPK 4 kurang nol koma nol empat.

Gue merasa sangat heran sama sikapnya yang lebih meminta dijemput dan diantar Toni ke gerbang kampus hanya untuk memfotokopi bahan kuliah. Padahal di dalam kampus juga banyak kios-kios fotokopi. Karena itu, otomatis deh, Toni yang lagi ngerjain tugas kelompok, yang 30 menit lagi bakal dikumpulin, langsung pamit dan segera menuju TKP (Tempat Kejadian Perkara.red).

“Demi cinta”, ujarnya sebelum bergegas pergi.

Nah di sini baru deh gue mempertanyakan kredibilitas Intan sebagai mahasiswi yang ber-IPK hampir 4. Dia ga mungkin, ga tau jarak antara gedung tempat kuliah di kampus dengan gerbangnya akan menempuh perjalanan hampir 2 kilometer. Tidak mungkin, tidak tau bahwa di dalam kampus pun tidak hanya ada satu kios fotokopi. Dan, ga mungkin, ga tau jika harus ke kampus Toni harus menempuh jarak memutar mengelilingi kampus belakang yang memakan waktu 20 menit perjalanan sebelum sampai ke gedung tempatnya kuliah.

Apakah Intan telah memikirkannya pula?
Gue rasa ngga, tapi yang jelas, “demi cinta” menurut definisi Toni, SUNGGUH ANEH !!

Gue udah hampir sampe gedung fakultas dan ternyata si cewe cantik yang barusan juga satu fakultas! Aheiy..nanti deh dicari infonya tapi, ah! Kecewa. Itu ada cowo yang nemuinnya disimpang jalan depan gedung fakultas. Kayanya mah cowonya.. Baru ketemu udah langsung pegang tangan sih. Wah-wah.. keliatannya mereka lagi ada cek-cok tuh. Keliatan kaya lagi berantem-berantem gitu. Alaahh..paling juga masalah sepele kaya si Laras sama si Fajar atau kaya si Toni sama si Intan.

What-The-Fuck !!
Itu cowo ngegampar itu cewe cantik!
Cowo laknat dari mana dia? Pengecut, GA-PUNYA-ETIKA!!
Jelas-jelas itu cewe baru nyampe, udah main gampar-gampar aja! BEJAT!!

Gue udah siap nolongin tapi baru aja gue masuk langkah pertama, itu cewe cantik udah keburu dibawanya ke tepi jalan dan terus menuju kantin. Pengen diomongin baik-baik kayanya dan semoga aja deh itu cewe cantik baik-baik aja di sana. Kalaupun tidak, semoga ada orang lain yang menolongnya. Gue sangat ingin menolongnya tapi situasi lagi ngga memungkinkan. Gue lagi harus cepet-cepet ke kampus dan menyerahkan ni tugas akhir. Dosen yang satu ini udah paling terkenal tepat waktunya. Kalau ngga sekarang gue kumpulin. Bisa dipastiin nilai gue pasti jatoh. Gue harus cepet-cepet ketemu dia karena sebentar lagi dia akan berangkat keluar kota dan baru akan kembali ke Jatinangor dua minggu kemudian. Itu artinya kalau gue ngga ngumpulin tugas sekarang otomatis gue baru bisa ngumpulin lagi 2 minggu berikutnya dan itu udah pasti melewati batas akhir pengumpulan, hari ini.

Gue emang ngga mau berspekulasi terlibat langsung sama urusan kedua manusia tadi. Tapi gue paling ngga suka sama sikap pengecut tuh cowo. Rasanya gue udah gatel dan pengen ngeberi satu pukulan tepat dihidungnya!

Besoknya di kampus, gue ngga sengaja ketemu mereka lagi. Dari informasi salah satu teman kampus, gue udah tau mereka berpacaran. Aneh! Mereka sama halnya Laras dan Fajar. Sekarang mereka udah (seolah) melupakan kejadian kemarin. Sekarang gue liat mereka lagi mesra-mesraan. Peluk-pelukan. Manja-manjaan.

Lagi-lagi gue keheranan sama yang namanya cinta !!

***

Kalo bisa nebak, silahkan ditebak nanti endingnya seperti apa? Ehehee..
Kerangkanya udah beres, jadi ane udah tau endingnya seperti apa, tapi kalo saran dari kalian bisa lebih bagus kenapa ngga ane terima. Makasih nihh..udah mau nyimak..