Sabtu, 29 Oktober 2011

Sekedar Kicauan

Lama ga nyentuh ini blog, jadi agak bingung juga mau mulai nulis dari mana.

Ah, sudahlah biar tanpa judul saja. Mungkin ini juga hanya ceracas-cerocos gue aja yang mungkin ga penting untuk kalian. Ehmm.. skedar mengingatkan kalian sedang berada di yudibastian.blogspot.com, so, apapun yang ada di blog ini (tanpa bermaksud offensive) terserah saya yah.

Terakhir gue nulis di blog ini, gue sedikit nyerempetin tentang gue yang baru aja diterima di perusahan multinasional yang berasal dari Negri Paman Sam. Selama gue kerja di sana, gue ga sentuh-sentuh ini blog. Sibuk? Tidak juga. Malas? Yah, lebih tepat seperti itu.

Bekerja di dunia retail yang jam operasionalnya 24 jam, membuat gue ketika libur, lebih memilih untuk stay di rumah dan punya waktu tidur lebih, dibanding melakukan hal-hal lainnya. Ini adalah strategi gue agar badan gue ga cepet drop. Sebab kalo tidak seperti itu, gue jamin, badan gue ga akan kuat dan akan lebih mudah sakit. Karena itu pula, gue kadang harus bisa menahan diri untuk sekedar bercengkrama dengan teman dan sahabat-sahabat gue. Gue juga harus sedikit melupakan sesuatu yang udah gue mulai sejak bangku kuliah, menulis.

Apapun yang terjadi itulah konsekuensi dari sebuah pekerjaan yang gue pilih. Ada pengorbanan? Yak, tentu saja. Gue rasa, setiap pekerjaan apapun pasti ada sisi-sisi lain yang harus dikorbankan.

Berjalannya waktu. Gue sangat berterima kasih bisa dikasih kesempatan bekerja di sana. Pengalaman luar biasa, yang mungkin ga akan gue dapat dua kali. Bekerja dengan tim-tim yang hebat dengan berbagai latar belakang yang berbeda, di manapun gue pernah di tempatkan.

Sampai akhirnya gue berada pada klimaks titik jemu.

Ada sesuatu yang bertolak belakang dengan apa yang gue pelajari dengan kenyataan yang gue hadapi. Sorry gue ga akan share lebih tentang hal yang satu ini. Cukup gue sendiri aja yang tau.

Saat titik jemu itu datang. Kesempatan lainnya datang secara tak terduga.

Perjudian besar. Ya, bisa dibilang seperti itu. Perusahaan yang dulu adalah perusahaan yang sudah memiliki nama besar dan punya pangsa pasar yang besar. Sedangkan yang sekarang adalah perusahaan yang baru saja melebarkan sayap-sayap investasinya di Indonesia. Tantangan terbesarnya adalah mengenalkannya kepada masyarakat Indonesia. Bukan sesuatu hal yang mudah tentunya. Tapi, apapun yang terjadi ke depannya, inilah jalan hidup yang gue pilih. Konsekuensi adalah hal yang wajar dalam setiap keputusan. Memulai sesuatunya dari nol lagi bukanlah suatu kesalahan.

Tuhan hanya memberikan jalan. Kita sendirilah yang menentukan di mana kaki ini harus melangkah. Tq

Rabu, 26 Januari 2011

Arab vs Cina (Potongan Proyek Kecil-Kecilan Saya)

Aihh… sudah lama sekali saya tidak menyapa kalian. Merindu uy!
Apa kabar agan-agan di sana? Baik-baik saja yah..

Hemm.. langsung aja gan! ini ada potongan cerita yang rencananya akan ada diproyek kecil-kecilan ane, yang sayangnya belum tau selesainya kapan. Wajib dikomentarin yah! :)

Cekidot.. !!

***
“ARAAAAAAPPPP….!!!”, ada suara cewek cempreng manggil gue dari ujung pintu ruang tv. Gue tau siapa pemilik suara cempreng itu.
“Oy Cin.”, jawab gue datar, tanpa antusias.
“Najis lo Rap!”, katanya begitu liat gue rada malas membalas sapaannya yang kelewat antusias. Dia lalu masuk, bergabung dengan kita duduk-duduk di sofa.

Cewek itu adalah Cina. Kenapa Cina? Ya karena dia emang cina. Orang Cina. You know-lah.. mata sipit dan berkulit kuning menuju putih.

Kalo orang yang tidak tau akar mulanya. Pasti gue udah dikira rasis!

Perlu kalian tahu, faktanya tidaklah begitu. Kami cinta damai. Tidak ingin menyulut api permusuhan antar etnis. Itu hanya keisengan gue dan si Cina itu.

Oh, tapi kenapa harus marah juga yah kalo ada orang lain memanggil kita dengan identitas genetik?

Kenapa juga yah harus risih kalo kita dipanggil arab, cina, jawa, sunda, atau negro??
Toh mau marah-semarahnya pun, tidak akan merubah keadaan. Memang begitulah fakta yang ada di tubuh kita.

Bukankah kalian tahu bahwa, Tuhan memang sengaja menciptakan kita berbeda-beda agar kita saling mengenal satu sama lain. Tuhan ingin mengenalkan kita, ini lho yang namanya orang melayu.. ini lho yang namanya orang jawa.. ini lho yang namanya orang cina.. ini lho yang namanya orang arab dan lain sebagainya.

Begitu pula antara pola pikir gue dan kalian. Inilah pemikiran gue tentang perbedaan dan jika kalian berbeda dengan apa yang gue pikirkan, itu adalah pilihan kalian. Kita memang hidup diantara banyaknya perbedaan dan semua tinggal bagaimana kita memandang perbedaan itu sebagai jurang permusuhan atau sebagai fasilitas yang membuat kita saling mengisi kekurangan.

Kisah gue dan si Cina bermula tempo hari saat gue ketemu dia di kelas. Hari itu dia pake baju yang bertuliskan “Jangan Panggil Aku Cina”. Gue langsung kepikiran, gue mau pake baju yang tulisannya “Jangan Panggil Aku Arab”. Trus gue berimajinasi si Janu pake “Jangan Panggil Aku Sunda”. Trus si Jhoni juga “Jangan Panggil Aku Jawa”. Seru juga kayanya.

Eh! tapi kalo semua orang begitu, gue jadi bingung. Mereka tuh serasa tidak bangga yah dengan suku bangsanya masing-masing.

“Terus gue musti manggil lo apa donk?!”, ujar gue begitu baca tulisan dibajunya ‘Jangan Panggil Aku Cina’. Orang yang identitas genetiknya Cina tapi tidak mau dipanggil Cina.
“Ya panggil nama gua donk!”, ujarnya sambil merapikan catetan kuliah hari itu.
“ohh.. ok ok.”, gue mengiyakan tapi tak lama kemudian gue sadar sesuatu,
“lhaaa.. nama lo khan Liu Nio. Itu khan kecina-cinaan juga”

Dia berhenti merapikan catetan, melihat tajam ke arah gue yang persis duduk di bangku di depannya,
“Terserah elo dah Rap!”, ujarnya jutek, lalu pergi tanpa pamit. Ngambek.

Wah! Kalo dia marah, harusnya gue juga boleh marah nih. Kalo diurutkan ceritanya lebih awal, dialah orang yang pertama kali manggil gue dengan “arab”. Padahal khan gue juga punya nama, Bona Al-Saidi, dan kearab-araban juga.

Karena manusia diciptakan berbeda-beda agar saling mengenal satu sama lain. Gue jadi ngerti bahwa tidak semua orang menerima dipanggil identik dengan tubuhnya. Gue adalah orang yang terbuka. Maksudnya gue bisa menerima dan tidak memaksakan kehendak jika berbuat salah.

Besoknya di kantin kampus, gue langsung ngajaknya makan bareng. Mau sekalian minta maaf. Sebelumnya, gue sms dia dulu, isinya kaya gini:
“Lili cantik. Nanti siang makan di kantin yuk! Arab bayarin. Lagi dapet gusuran minyak di Abu Dhabi”, sms dikirim. Kalo cuma sekedar bayarin ketoprak, soto atau bubur ayam mah gue masih sanggup dah.

“ok”,

Cuma itu sms balesan dari dia. Singkat padat dan penuh makna. Sekedar informasi, Lili itu adalah panggilan dari anak-anak cewek dan sebagian cowok lainnya di kampus.

“Kenapa si Rap? Kok diem aja”, ujarnya pas makan soto di kantin.
Gimana gue ga diem yak! Nah pas itu khan gue udah kaya tersangka utama. Penyulut api jika sampai terjadi peperangan antar etnis, terutama yang berkaitan dengan kecina-cinaan dan kearab-araban.

“Ngga napa-napa..”, ujar gue sambil pura-pura menikmati soto yang padahal mah siang itu kuahnya lagi keasinan.
“Rap maaphin Lili ya. Kemaren Arab Lili jutekin seharian”
“Iya Li maafin Arab juga. Kemaren udah salah. Bawa-bawa cina-cinaan”
Ini obrolan udah kaya pacar yang lagi marah-marahan dah.

“bhahahahaa…”
Gue bingung si Lili ketawa

“ohh.. jadi elo ngira gua marah gara-gara itu?”, todongnya tanpa basa-basi lagi
“iya”
“Murah banget gua, ngambek cuma disogok pake soto semangkok!”
“lhaa..trus lo marah kenapa?”
“kaga Arabb.. gua kaga marah gara-gara ituu..”
“trus?”, makin penasaran aja gue!
“Biasa Rapp.. penyakit cewek kalo lagi PMS. Bawaannya sensitip, pengennya marah-marah mulu”
“!@#$%^&* !!!” (ngga tau artinya? Sama, gue juga ga tau itu apa artinya :) lanjuutt..)

Ya Tuhan.. wanita adalah misterimu yang sangat menakjubkan!
Gila, itu emosi naik-turunnya drastis kalo lagi/mau dapet tamu bulanan.

Gue udah khawatir-khawatirnya. Dia cuma bilang itu akibat PMS!!

Besok-besok mungkin dia bakal nabrak gue pake mobil dan di rumah sakit pas gue udah lagi sekarat-karatnya, sambil senyum-senyum dia cuma bilang, “Biasa Rap.. lagi PMS”

SAKIT JIWA !!

Dari sanalah bermulai, tiada dusta diantara kita (dangdut kalii..). Kita tidak memunafikan diri. Kalo gue dipanggil arab ya emang begitulah identitas genetik gue. Kalo si Lili gue panggil cina, ya memang begitu faktanya. Kalo gue panggil si Janu sunda ya memang dia orang sunda. Kalo si Jhoni gue panggil jawa gila. Itu emang pantes!

Tapi tentu, semua panggilan itu juga masih tergantung kondisi. Gue ngga mungkin jugalah manggil si Lili dengan Cina di depan orang tuanya. Karena bisa saja orang tuanya salah menangkap arti sapaan gue itu. Sapaan yang sebetulnya untuk mengakrabkan akan terdengar penghinaan jika lain kondisi dan suasana.
***

Thanks udah mau nyimak gan..
Mohon responnya gan.. ^_^