Minggu, 10 Januari 2010

Kisah Semalam [harian] dan Saya Benci Ekspetasi! [cerpen]

Semalam, menuju tanggal 10 Januari 2010, seperti biasa sama seperti hari-hari sebelumnya. Saya melakukan ritual sebelum saya tidur. Jangan mikir yang macem-macem dulu.. Ritual saya ini bukan ritual-ritual aneh layaknya seorang penganut voodoo-isme.. Saya hanya ingin selalu mengucapkan terima kasih kepada-Nya dan sedikit memberikan sedikit kado untuk almarhum dan almarhumah kakek nenek saya di sana.

Semalam ritualnya rada maleman, sekitar hampir jam 12.. Pertama jelas ya, shalat dulu.. soalnya saya belum shalat Isya. Kedua, saya sedikit komat-kamit bacaan-bacaan yang sudah mulai dihafalkan bahkan sebelum saya masuk SD. Ketiga, saya bengong! Bingung apa yang harus saya curhatkan pada-Nya? Curhatan tentang skripsi, saya rasa Dia sudah terbiasa mendengarnya. Saya udah sangat-amat sering bercerita masalah yang satu itu pada-Nya. Untuk malam ini saya harus ganti topik.

Setelah bengong-bengong sambil duduk bersimpul selama lebih dari lima menitan, akhirnya saya dapet topik baru. Saya cerita tentang rencana, angan dan cita-cita. Hampir setengah jam saya membicarakan itu dengan-Nya. Kalo dipikir-pikir saya ini kurang ngajar banget! Saya ngasih waktu sedikit buat ingat sama Dia, tapi mintanya banyak, ini-itu udahnya pengen lancar dan beres seketika. Ehehee..dasar manusia!

prikitiuw! prikitiuw! (suara ringtone di-hape saya berbunyi)

ah, ada sms masuk di-hape. Biarkanlah dia menunggu dulu, saya lagi tanggung, sibuk meminta ini-itu. Tapi mata saya nakal, meliriklah dia ke layar hape yang masih bercahaya itu. Sebuah nama yang sangat familiar muncul dilayar. Hmm..bukan apa-apa, di-hape saya ada beberapa orang yang namanya hampir sama. Jadi untuk membedakan, saya kasih mereka inisial tambahan dibelakangnya. Dan sms yang sekarang masuk adalah dari inisial tambahan “08”.

Saya tunda membalasnya. Karena saya punya topik baru yang mau saya ceritakan pada-Nya. Saya teringat beberapa orang, hmm..baiklah, beberapa ini kita ganti jadi banyak. Saya ulangi. Saya teringat banyak orang yang mungkin tak sengaja tersakiti oleh saya. Pria dan wanita. Tapi sepertinya lebih banyak yang setelah kata “dan”.

Saya ingin meminta maaf sama mereka. Maaf atas segala ketidakpekaan saya, ketidaksopanan saya, keteledoran saya, kebodohan dan kejahilan saya lainnya sama mereka. Tapi saya bingung mau memulai minta maafnya dari mana? Baiklah nanti saja pas lebaran tiba saya minta maaf lagi. Pas lebaran say ga butuh ngomong minta maafnya dari mana, langsung aja minta maaf atas segalanya. Saat lebaran kemarin pun sebetulnya saya sudah minta maaf sama mereka. Tapi entahlah dimaafkan atau tidak, yang jelas saya sudah usaha.

Selesai ritual saya ke kamar mandi untuk buang air kecil. Lalu ke kamar lagi untuk tidur tapi tidak janganlah dulu saya tidur. Saya harus membalas sms yang tadi masuk. Saya balas sms-nya dengan sedikit bercanda. Dia balas, saya balas lagi. Kali ini dengan kata-kata yang serius tapi maksud hati sebenarnya ingin bercanda. Kejahilan saya kembali datang. Efek abis ketemu skripsi seharian kali ya? Apa hubungannya? Ada, otak saya penat sama yang serius-serius, jadi butuh di-refresh pake becandaan..

Dia balas sms saya dan saya pun balik membalas. Lagi, masih dengan kata-kata serius yang kalo sempat diperhatikan itu hanya sebuah jebakan kata-kata untuknya. Saya tunggu beberapa menit sambil membaca novel yang entah saya sendiri lupa belinya kapan. Setelah 15 menitan tak kunjung ada sms yang masuk lagi. Dia tidak membalas. Saya pun matikan lampu kamar, bersembunyi dibalik selimut, lalu mata saya terpejam, tidurlah saya.

Eh! beberapa waktu sebelum itu. Sebelum saya ritual malam. Saya sempat menulis sebuah cerpen. Kalo mau baca silahkan lanjut liat ke bawah. Kalo tidak mau ya tidak apa-apa, saya juga tidak akan memaksa kalian membacanya. Bagi yang berminat, silahkan disimak..

Saya Benci Ekspetasi! [cerpen]

Entahlah perasaan ini sudah lama terpendam dan selalu menghantui kehidupan saya. Saya bingung mau memulai dari mana, tapi yang jelas semua ini terjadi tanpa rencana. Spontanitas dalam hidup.

Saya merasa ingin melawan ekspetasi besar orang-orang disekitar saya, yang kadang tanpa mereka sadari harapan besar mereka itu menuntut saya untuk selalu melakukannya dengan baik.

Kata orang disekitar, saya dianggapnya pintar. “Buktinya kamu pernah menjadi yang nomor satu di sekolah”, ujar ayah sewaktu debat kusir tempo hari di rumah. Saya hanya terdiam, waktu itu saya merasa sangat bersalah kepada ayah, ibu, nenek, dan orang-orang yang ada di rumah. Saat itu adalah untuk kesekian kalinya saya mengecewakan mereka dengan nilai buruk yang ada di raport saya. Selepas SMP sampai akhir tahun perkuliahan kini, saya belum pernah lagi membuktikan kata-kata ayah. Namun dia selalu menunggu dan yakin kalau saya adalah salah satu anaknya yang pintar.

Kata teman dekat disekitar, saya dianggapnya baik. “Terima kasih ya kamu dah sering banget bantu aku. Kamu baik banget”, ujar salah satu teman. Lagi-lagi saya hanya terdiam. Saya bertanya kepada diri saya sendiri, “Apakah saya ini orang yang baik? Mengapa mereka bilang saya baik?”. Padahal saya juga senang berbuat jahat. Buktinya banyak orang yang kena saya kerjai. Bahkan kadang mereka ada yang sampai sakit hati, lalu mereka menolak bersapa ketika bertemu. Namun, teman dekat itu selalu percaya bahwa saya adalah orang yang baik dimata mereka.

Dua perihal diatas sedikit banyak saya rasa sudah mewakili problematika ekspetasi besar itu. lalu,

“Apakah orang pintar tidak pantas melakukan kebodohan?”, dan
“Apakah orang baik tidak layak berbuat kejahatan?”. Naif sekali hidup itu.

Saya hanya mampu menyelesaikan beberapa soal ujian dan beberapanya lagi, tak mampu saya kerjakan. Saya hanya membantu beberapa waktu saja dan sisanya saya sibuk dengan diri saya sendiri. Termasuk mengerjai mereka.

Saya hanya mengikuti apa yang katanya benar dilakukan, menurut referensi yang saya dapat selama hidup ini.

Saya tidak ingin mereka menganggap saya selalu pintar. Karena mereka akan sangat kecewa ketika saya melakukan satu kebodohan. Mereka akan lebih kecewa dari saya karena ekspetasi itu.

Saya tidak ingin mereka menganggap saya selalu baik. Karena mereka akan sangat kecewa ketika saya melakukan satu kejahatan. Dan lagi-lagi mereka akan lebih kecewa dari saya karena ekspetasi itu.

Saya benci ekspetasi!
Sebab, ekspetasi itu akan menganggap saya seperti robot yang harus selalu konstan dan stabil melakukan perintah sesuai setting programnya.

Saya bukan robot!
Saya adalah manusia dengan segala perubahan dan perkembangan!

Saya ingin mereka berharap sederhana kepada saya. Saya tidak ingin mereka lebih kecewa dari pada saya. Saya tidak ingin melakukan satu hal secara terus-menerus. Saya butuh suatu perubahan. Saya ingin melakukan kebodohan untuk menghilangkan kepenatan. Saya ingin menjahati mereka untuk menambah keakraban.

Namun sayangnya, banyak orang tidak bisa menerima hal itu. Mereka terlalu sibuk dengan harapan mereka sendiri daripada mengambil hikmah dari kebodohan dan kejahatan.

Saya semakin benci ekspetasi!
Sebab, hal itu akan semakin menguatkan satu teori,
“Satu kejahatan akan menghancurkan seribu kebaikan”. (end)

Tidak ada komentar: