Senin, 04 Oktober 2010

Dimsum (Idola Sang Pacar)

Hai..!! akhirnya bisa posting-posting lagi..
Gimana kabar agan-agan di-seberang sana nih? Baik-baik sajalah yah. Kalo kabar ane? Uhm..*sambil keselek salak*, lagi rada kurang bersahabat sama yang namanya leye-leye. Di mana 5 dari 7 hari harus dilewatkan bergaul dengan buku-buku yang ga kalah tebel sama modulnya anak kedokteran. Dunia semakin mendekati kiamat karena ane harus hafal, setidaknya 90% dari isi buku-buku itu! FYI, Hafal-menghafal adalah perbuatan yang sulit ane lakukan. Ane masih suka ketinggalan dalam hal hafal-menghafal, bahkan untuk rata-rata kemampuan orang menghafal. Meskipun demikian ane tetep usahakan yang terbaik, so minta doanya agan-agan yak! ^_^

Lagi, belakangan ini ane kembali masuk dalam taraf panceklik postingan baru. So, main-mainlah ane ke folder-folder lama di kompi dan menemukan ada sesuatu yang bikin ane senyum-senyum sendiri di depan monitor. Langsung aja cekidot..!!

Dimsum
Hai. Nama gue Ule dan gue adalah pacar paling sial di dunia. Pacar gue yang bernama Guti…uhmm, let me re-phrase that. Pacar gue, yang bernama Guti, tergila-gila dengan seorang bintang film Indonesia bernama Dimas Sumitro. Seorang bintang muda Indonesia yang gemilang. Akting dalam semua film layar lebarnya memang sih gue akui, jago. I tell you, gak ada yang lebih bikin minder dari pada seorang pacar yang tergila-gila sama orang yang lebih terkenal, 160 kali lebih kaya dan kurang lebih, 2 juta kali lebih ganteng di umur yang sama dengan gue.

Gue dan Guti berusia 20 tahun dan yang membuat gue minder adalah bahwa Dimsum ini, begitu gue menyingkat dia, di-umur yang sama sudah membintangi 5 film layar lebar. Kebayang dong minder gue seperti apa. Untuk menambah kesengsaraan hidup, tega-teganya Cannes Film Festival menobatkan dia sebagai actor terbaik dalam kategori film asing 2003. Itu di saat dia berumur 19. If that’s not enough, santer isu yang beredar IPK-nya di Universitas Jakarta juga terancam 4. Gue? Terancam gak lulus-lulus. Uhm, … where was I? oh yes, he’s a star, I’m basically a toad. Satu-satunya konsolasi bagi gue adalah kenyataan bahwa dia medok.

Entah gue dosa apa, mungkin waktu kecil gue salah omong ke nenek atau apa, ada stasiun TV yang memutar film Tukang Siomay ini 5 malam berturut-turut. Guti ada dasarnya seperti diem di sofa menunggu semua film itu. Dia bahkan bersumpah untuk tidak kuliah satu minggu ini dengan alasan, “Kalo pulang kuliah dan macet, kelewatan dong Guti.”

Janjian ama gue aja, ngaretnya se-abad.

Malam pertama, gue ikut menyaksikan film pertama di rumah Guti. Ini Adalah film Dimsum pertama. Film ini berjudul “Malin Kundang”, sebuah film dari legenda minang yang sukses dibawakan Dimsum dengan medok yang anehnya, tidak ada yang kritik. Sebenarnya gak terlalu ikhlas juga sih menonton tapi di luar, hujan. So there I was stuck.. di samping Guti yang berdecak kagum “Gantengnyaaaa..” setiap -mungkin, 2 detik sekali.
Iklan! Hore! Gue sedikit lega.
Iklan itu produk pasta gigi.
Bintang wanitanya cantik.
Bintang prianya?
Dimsum
ARRRGGHHHH!!

“Kamu suka banget sama dia?” Tanya gue, dengan bodohnya.
“Biasa aja.” Gue ulek juga ni anak.
“Basi banget kamu.”
“Ya iya lah gua suka banget sama dia, gimana sih?” Lha, jadi gue yang salah?
“Aktingnya keren banget. Ngerti gitu bikin percaya penonton. Ganteng pula. Trus pinter, trus..” kalimat berikutnya gue cukup blur karena terlalu sibuk doa TV ini disambar petir.
*DZEEEEZZZZZ*
Ha! Petir! Makan tuh Siomay, sayangku.
“Yaaahh…. mampus banget. Aduh gue pengen banget nonton ini.”
“Kamu kan udah punya VCDnya.”
“Rusak. Baret. Gara-gara….” ada jeda lama di kalimat itu yang disertai lirikan dari matanya di sela poni panjang yang cantik “…. keseringan Guti tonton.”
“Ah..sakit jiwa cewek gue.”
“Eh Le….uhm, betulin antenanya dong sayaaang..”
“Rumah kamu ini udah 3 tingkat..” gue berusaha menjadi orang yang lebih sensible, menjelaskan.
“Makanya.. cepetan.” Et dah buset ni bocah.
“Guti mau Ule kesamber petir?”
“Ule mau Guti kesamber petir?”
“GKGKGKGKKIKKK” gue memberikan pantomime, ‘sini-lo-gue-cekek’ sambil mengalah beranjak ke lantai tiga.

Pas gue lagi basah-basah itulah gue mendapat ide brilyan. Kenapa gak gue cari alamat Dimsum, set-up satu kencan dengan Guti di hari Valentine? That’s brilyant! Okay, okay, that’s dumb utterly. But it’s so stupid that’s brilyant! Sekarang begini,
1. Gue pertemukan Guti dengan Malin Kundang ini.
2. Mereka makan malam sebentar, biarkan Guti bertanya apa saja langsung pada bintang favoritnya.
3. Guti akan puas mengenal Dimsum ini. Tidak akan ada lagi acara Guti penasaran.
4. Dimsum akan keluar dari semua system pendarahan Guti dan mengurangi resiko menjadikan Guti seorang psikopat. Seperti apa ya…uhm, memberikan es kirim ke arwah penasaran yang mengantui rumah karena mati ditabrak truk pas mau beli es krim.
5. Gue dan Guti dapat melanjutkan kehidupan dengan damai. Pacaran, nikah and have lots and lots and lots, of sex tanpa salah satu memfantasikan Dimsum. In my case, membayangkan memotong-motong Dimsum. See the logic now?

Gue pikir gak apa-apa Guti kencan dengan Dimsum. Gue sayang Guti. Bener-bener sayang sama Guti. Itu, dan gue akan masuk jurang jika gue denger sekali lagi Dimsum disebut. So, keesokan harinya gue bolos kuliah dan memutuskan untuk mencari teman-teman gue yang kira-kira tahu bagaimana cara mengontak Dimsum. Sebuah keputusan yang salah karena ternyata semua masuk kuliah !!

Fine, gue pergi dari rumah gue di Jakarta Selatan menuju kampus, di Depok, Selatan Jakarta hanya untuk menemukan bahwa semua sudah pulang. Tenang, tenang. Belum saatnya melempar belimbing ke orang jelek, begitu gue bilang ke diri gue.

Akhirnya gue ada ide cemerlang. Gue pergi ke tempat rental VCD dan mencari rumah produksi film-film dari Dimsum. Dari sana akan gue cari di yellow pages nomor kontak PH dan gue tanya nomor kontak Dimsum.

‘Klining, klining’
Kenapa sih ada sebagian orang di dunia ini yang mengira bahwa memasang lonceng di pintu itu sesuatu yang cerdas? Anway, fokus.
“Siang Mbak. Ada film-filmnya Dimas Sumitro?” Ternyata pertanyaan ini meniumbulkan efek mata penuh mimpi bagi gadis penjaga rental. “Mbak? Mbak? Hai?”
“Oh? Uhmm sori otak saya brenti. Saya gak ngeces kan tadi?”
Sabar. Sabaaaaaaar sabar. “Gak kok Mbak. Ada film-filmnya Dimas Sumitro?”
Kembali sang mbak dengan mata penuh mimpi.
“Would you STOP THAT?” gue hampir mencekik sang mbak.
“Mas anggota sini?”
“Nggak.”
“Maaf saya gak bisa layani.”
Akhirnya gue membayar keanggotaan dan mengisi lembar keanggotaan yang mana jauh lebih rumit dari mengantri imunisasi anak. Selesai.
“Ya udah. Nih. Saya mau minjem salah satu film Dimas Sumitro. Yang mana aja terserah.”
“Pada keluar Mas namanya juga bentar lagi valentine.” Ujar sang mbak dengan air muka ‘gimana-sih?’
“ARRRGGGHHHH GJGKJGKIGKGKJGKGHLJGKGKKK”

Gue keluar dari tempat VCD itu dan mendapatkan akal baru. Gue pergi ke TU kampus, mungkin mereka memiliki nomor telfon kantor TU kampus dari Dimsum. Gue cukup yakin ikatan antar TU kampus itu erat. Setiap tahun mungkin mereka saling berkumpul dalam KTUKI (Konferensi TU Kampus Indonesia) di mana pegawai TU kampus Dimsum akan dengan secara kasual minum teh, makan biscuit dan memulai percakapan dengan,

“Dek Dimas Sumitro ganteng sekali lo.” Yang dibalas dengan malas oleh yang lain dengan,
“Denger-denger secara kasat mata, jidatnya gak proporsional ya Bu?”

I’ sure of that. Regarding the conference.. and the jidat issue.

Anyway, where was I? oh yes, on the way to to my TU. Sampai di sana gue meminta agar gue dapat berbicara langsung dengan pegawai TU, maksud gue agar lebih sopan. Pegawai TU di seberang bernama Mbak Pipit, seorang wanita yang telah lewat masa mbak-mbaknya namun masih berstatus ‘mbak’.

“Siang Mbak Pipit. Nama saya Ule. Rulli Prasetya. Boleh saya tahu nomor telfon Dimas Sumitro?”
“Ada alasan khusus kenapa mas ingin tau nomor telfon mas-mas lain?”
“Oh sori. Jadi gini Mbak. Saya ingin mengatur sebuah kencan di hari valentine dengan Dimas Sumitro.”
“Uhmmm setahu saya dia bukan gay loh mas, maaf loh….”
“Oh bukan Mbak. Bukan dengan saya. Dengan pacar saya.”
“SAKIT!”
-Klik-

“Loh? Loh? LOHH!!” Akhirnya gue coba telfon lagi dan berusaha menjelaskan kepada Mbak Pipit sebaik mungkin. Mbak Pipit akhirnya kembali tenang.
“Tapi saya gak tau mas nomor HP-nya, Kalo pun tau, ngapain saya ngasih tau Mas?”
“Hhh…..Tapi dia ada di sana? Kuliah gak?”
“Kuliah Mas. Saya yakin. Soalnya tadi dia baru saja masuk ke dalam kantor ini dengan rambut coklatnya. Dia menatap saya dengan tatapan dingin gagah yang memperlihatkan bahu bidang dibalut kemeja John Curtis biru. Tato di lengan kokohnya terlihat ketika dia menyerahkan buku absen dosen sambil berkata penuh chemistry pada saya ‘Ini mbak….’ Hhh hhh hhh..”
“SAKIT!”
-Klik-

Gue menghormati kenyataan bahwa tukang Siomay ini pasti sibuk. Jadi gue memutuskan untuk melakukan perjalanan lintas kota di panasnya Jakarta dari selatan ke utara, sebuah perjalanan yang dapat mentransformasi pria baik-baik perlente rapih seperti gua sampai di tujuan terlihat seperti yang baru saja melakukan kesalahan dan di-arak massa.

Dalam bus pertama Gue dengan sukses menduduki kursi yang ternyata baru saja di-ompoli anak kecil penduduk sebelumnya.

Dalam bus kedua, gue ikut mendorongnya.

Dalam mikrolet sesudahnya, gue dipalak anak STM yang meski 3 tahun lebih muda, 30 kali lebih banyak.

Di bus ketiga ada nenek-nenek muntah di atas pangkuan.

Di mikrolet kedua gue bertemu lagi dengan para anak STM itu. Gue berusaha menginisiasi percakapan dengan mengatakan bahwa Jakarta itu sangat panas namun percakapan ini tidak ditanggapi dengan baik.

Di bus keempat gue terpaksa memberikan jam tangan gue kepada supir yang tidak percaya bahwa gue baru saja ditodong dua kali oleh anak STM yang sama.

Bus kelima, diserang anak STM itu.

Sekali lagi bertemu mereka, sumpah deh gue bakal bikin milis.

Setelah 6 jam, di pukul 17:00, gua sampai di kampus si Joko Tingkir eh maaf, Malin Kundang itu. Sekarang gue memakai sandal hasil barter palak. Tapi tak apa. Yang penting sampai, pikir gue sambil masuk gerbang.

“Maaf Dek. Masuk kampus ini gak boleh make sandal.”

Meninggal aja gue sekalian! Tepat di saat itu, sebuah mobil Jaguar keluar perlahan dari gerbang. Ha! Dimsum!

“STOP!”

Alhamdulillah akhirnya bertemu juga dengan dia. Dia membuka kaca. Ada konvensi di alam sosial Jakarta bahwa semakin mahal mobil, semakin lambat power window terbuka untuk menimbulkan kesan lebih dramatis dan angkuh. It works like hell. Ini saatnya. Gue harus baik-baik untuk membujuk dia ikut dengan rencana gue.
“Siomaynya satu Dim.” DAMN!
“Sori?”
“Uhmmm sori Dim..” Gue kemudian mengutarakan rencana gue. Meminta satu malam kesediaan dia untuk makan malam di restoran yang dia pilih dan semua biaya gue yang bayar. Wajar karena dia artis dan dia pasti lebih tahu restoran mana yang membuat wanita klepek-klepek. Gue ceritakan juga bahwa pacar gue adlaah fans terberat dia dan dia akan sangat menghargai acara ini. Gue sempat kehilangan fokus presentasi ketika gue sadar di dalamnya penuh dengan artis lain. Semua wanita. Lucky bastard!

“..jadi gimana?”
“Sori. Gue gak nge-date sama orang yang gue gak kenal.” Jawabnya, tanpa menimbang bahkan ½ detik dan berlalu. Lengkap dengan kaca angkuhnya.

Gue speechless.

Jam yang gue serahkan pada kondektur adalah pemberian Guti untuk valentine 2002. Sepatu favorit yang gue pakai setiap hari, yang dipalak oleh anak-anak STM itu, pemberianya di valentine 2001.

“Gila ya, kamu.” Begitu reaksi pertama Guti dengan mata nanar. Tidak mempercayai kebodohan pacarnya mungkin. Gue hanya dapat mengangkat bahu.
“Ule cuman pengen Guti seneng. Ule tau Guti gak akan ngapa-ngapain. Ule tau Guti sayang sama Ule. Bagi Ule, Siomay gila itu gak lebih dari sekeping VCD rental yang dipinjam semalam. Bedanya VCD ini bisa makan bareng kamu. Kamu kan fans berat. Ya kenalan lah. Kaya temu selebriti gitu.”
“Idih ngapain banget? Guti juga suka George Clooney tapi kan bukan berarti mesti ketemu. Masak kamu gak tau sih betapa sombongnya dia? Infotainment berantakan gitu di mana-mana.”
“Lain kali tergila-gila sama orang, jelek-jeleknya juga kasih tau dong!”
“Iya iya.”
“Ya sud. Kamu valentine mau apa? Ule gak kepikiran lagi apaan. But you deserve something special.”
“Ya saya cuma pengen kamu aja coz you’re my something special.” (end)

Maaph kepanjangan gan! Dan makasih udah mau nyimak.. ^_^

sumber: suamigila.com

1 komentar:

genial mengatakan...

yummy... sama kang saiia sama pasangannya... saiia juga suka :) huehehehe...