Rabu, 08 Oktober 2008

Merah Marun (Mencoba Mencerpen)


”Dit uangnya udah kakak kirim 200rb, nanti tasnya kamu paketin aja yach.”
06/04/2007
04:43
Sender : kaka’Qu

Hari ini gue memulai kehidupan dengan membaca sms dari kakak gue. Kakak terbaik yang sangat pengertian terhadap adiknya ini. Dia minta tolong untuk dibelikan tas di Bandung. Sebagai seorang laki-laki, gue bingung harus membeli tas seperti apa untuk seorang wanita. Apalagi tas yang bisa dibawa ke kantor. Huh! Merepotkan. Namun sebagai seorang adik gue harus membelikannya. Aha! Muncul ide, gue akan minta tolong ke Dina untuk membelikan tasnya. Soalnya teman gue yang satu ini sangat stylish fashion dan gue yakin, Dina pasti tau selera untuk seorang wanita seperti kakak gue. Tanpa pikir panjang gue langsung mengirim sms (short message service) ke Dina, isinya minta tolong dibelikan tas yang sesuai selera kakak gue.

***

Selesai kuliah jam 11:30 gue pergi ke atm. Tapi nanti gue harus ke kampus lagi, gue janjian mau memberikan uang, untuk membelikan tas kakak gue ke Dina siang ini. Karena dia masih kuliah sampai jam satu kurang sepuluh jadi kita janjian mau ketemu di kampus aja. Gue ada perkuliahan lagi nanti jam satu pas, sekarang jadwal gue kosong. Jadi gue pikir ngambil uang di atmnya sekarang aja.

Sesampainya di atm center yang ada di gerbang utama kampus terlihat antrian yang sangat panjang. Kalo seperti ini biasanya gue akan mengurungkan niat masuk antrian, lalu segera gue putuskan untuk ke atm yang ada di kantor bank cabang pembantu di gerbang timur. Jaraknya sekitar lima ratus meter dari gerbang utama.

Awalnya gue berpikir pergi ke bank dengan menggunakan angkutan gratisan yang ada dilingkungan kampus, tapi berhubung angkutannya selalu penuh terus jadi gue putusin untuk berjalan kaki sajalah. Terik matahari begitu menyengatnya sehingga terasa seperti membakar kulit, bahkan trotoar yang diberi atap ini pun (red. kanopi) seolah tidak berpengaruh menangkal teriknya sinar matahari.

Sesampainya di bank pun masih terlihat antrian, namun setidaknya di sini lebih baik dan tidak sebanyak antrian di gerbang utama tadi. Gue masuk antrian, masuk antrian ketiga dari depan, lalu tidak lama kemudian gue berhasil dengan sukses mengambil empat lembar uang pecahan lima puluh ribu senilai dua ratus ribu rupiah dari mesin atm. Sambil berjalan menjauh dari mesin atm tersebut gue melihat jam yang ada di ponsel. Waktu menunjukkan pukul 12:13, berselang beberapa detik terdengar suara panggilan shalat saling bersahutan dari satu masjid ke masjid lain. Waktu zhuhur pun tiba.

Gue pun bergegas meninggalkan area bank, namun ketika gue menoleh ke arah…

”braakk” uh! Shittt . . ponsel gue jatuh, gue ambil tapi masih tetap melihat ke arahnya. Ada seorang wanita cantik berjalan dari arah gerbang timur, ditengah teriknya matahari. Seolah tidak menyadari, dia berjalan tanpa menoleh ke arah manapun. Pandangannya hanya terfokus pada satu arah ke depan. Bahkan ketika melewati gue yang sedang setengah berdiri pun dia tetap hanya menatap ke satu arah. Berjalan dan berlalu begitu saja. Gerak langkahnya terlihat cepat, mungkin untuk menghindari terik matahari yang sangat menyengat hari ini.

Gue berjalan dibelakangnya, bukan maksud gue untuk mengikutinya. Namun secara kebetulan arah tujuannya berjalan sama dengan gue. Entah siapa nama wanita cantik itu. Akan tetapi sepertinya gue merasa tidak asing ketika sekilas memandang wajahnya tadi. Otak gue berjalan cepat mencari stimulus memorinya, dalam sekejap gue dapat. Dia satu kampus dengan gue, dia satu tingkat dibawah gue, dan kalo tidak salah juga, gue pernah berpapasan dengannya dikampus.

Terlihat wajahnya memerah tersengat teriknya matahari. Air keringatnya pun mengalir dari wajahnya. Mengingat perjalanan yang cukup menguras energi, cukup wajar bila air keringat itu keluar. Gue pun sama berkeringatnya tapi sepertinya lebih banyak dia, mungkin karena dia berjalan dengan langkah yang lebih cepat. Sampai-sampai nafasnya pun sedikit terengah-engah.

Sebelum mencapai kampus wanita itu memberhentikan langkahnya. Nafasnya agak tersendat-sendat. Dalam pemberhentiannya tiba-tiba saja seorang lelaki menghampirinya. Lelaki yang bersamanya ketika gue berpapasan waktu itu. Terjadi pembicaraan diantara mereka, entah apa yang mereka bicarakan. Namun dari sekilas pandangan gue bilang sepertinya sangat penting dan sedikit menegang, bertengkar. Tiba-tiba gue dikagetkan dengan tingginya suara lelaki itu berbicara, suara tersebut menghentikan langkah gue. Sontak! Gue lebih dikagetkan, ketika lelaki itu tiba-tiba saja melayangkan tangannya diwajah wanita tersebut. Apa yang sebenarnya terjadi? Tanya gue dalam hati. Wajah wanita tersebut memerah tapi kali ini bukan karena sengatan terik matahari. Wanita tersebut masih tetap berbicara seperti mencoba menjelaskan segala sesuatunya. Matanya pun terlihat berkaca menahan air mata, namun perih di hatinya lebih deras sehingga tidak sanggup menahannya, air mata itu pun terjatuh dari kelopak matanya yang indah. Akan tetapi lelaki tersebut malah terlihat semakin murka dan seolah tidak mau mendengar apa yang diucapkan wanita tersebut. Suatu perbuatan egois tentunya. Kejadian tersebut berlangsung beberapa menit namun gue rasa akan menimbulkan efek berkepanjangan, terutama untuk si wanita cantik tersebut.

Apapun alasannya bagi gue perbuatan tersebut bukan suatu cara yang baik untuk menyelesaikan suatu masalah, terutama perbuatan bodoh lelaki tersebut. Kesalahan apakah yang wanita itu lakukan? Dan apakah baiknya menyelesaikan masalah seperti itu? Apapun alasannya gue merasa menjadi orang yang salah sudah membiarkan kejadian tersebut berlangsung. Apalagi perbuatan bodoh laki-laki tersebut. Seharusnya seorang laki-laki dewasa itu tau bagaimana memperlakukan wanitanya, bukan seenak hatinya menghukum rimba seperti itu. Yang lebih patut disayangkan, wanita itu adalah kekasihnya, orang yang seharusnya mendapatkan perlindungan bukan penganiyaan.

Wanita itu masih tersendat dengan tangisnya dan berbicara dengan terpatah-patah. Perjalanannya begitu sia-sia, karena tiada sedikit pun penghargaan dari lelaki tersebut atas pengorbanannya. Ingin sekali rasanya membantu wanita itu, namun siapa diri ini? Aku sadar, aku bukanlah siapa-siapa diantara keduanya. Aku hanyalah seorang pejalan kaki, yang mengagumi wanita yang telah berjalan di depannya. Kagum terhadap apa yang dia memperjuangkan untuk cintanya.

***

”Dit tasnya udah kakak terima. Bagus modelnya, warnanya juga, merah marun. Kakak suka, makasih yach Aoli tanya kapan kamu pulang ke Jakarta lagi?”
09/04/2007
10:47
Sender : kaka’Qu

Gue harus berterima kasih banget sama Dina, karena berkat jasanya gue bisa memenuhi amanat dari kakak gue. Setidaknya membuat kakak gue bisa sedikit tersenyum dengan tas barunya tersebut.

Dan hari ini di kampus gue kembali dipertemukan dengan mereka. Kali ini dalam suasana yang sangat jauh berbeda. Kini canda dan tawa mengiringi mereka. Sedikit tawa ku dalam hati ketika melihat mereka dengan kemesraan yang penuh kehangatan. Lalu dari hati gue yang terdalam keluar pertanyaan, apakah yang menyatukan mereka? ”Cinta?”. Lalu dimanakah cinta itu berada, ketika siang itu. Apakah cinta itu selalu datang ketika kita sedang merasa senang atau bahagia saja? Bagaimana ketika kita sedang sedih, benci, dan marah? Kemanakah cinta itu pergi?. (ioudi)

Tidak ada komentar: