Rabu, 01 April 2009

Cinta Seratus Hari (Cerpen)

Beberapa waktu yang lalu gue menemukan sebuah cerita cinta mengharukan.
Namun sayangnya hanya diceritakan secara singkat.
Untuk menambah jam terbang gue coba menulisnya kembali dan dengan sedikit edit menjadikannya sebuah cerpen ^_^.

Biar bacanya lebih mantap nih gue punya rekomendasi lagu-lagu yang pas buat nemenin lo semua pas ngebaca ni cerpen.
1. Secondhand Serenade – Vulnerable
2. Secondhand Serenade – Awake
3. Evanescene – My Immortal
4. Avril Lavigne – How Does it Feel
5. The Red Jumpsuit Apparatus - Your Guardian Angel
6. ST 12 – Saat Terakhir
7. Peterpan – Tak Ada Yang Abadi
8. Kangen Band – Bintang 14 Hari, hehee..
Selamat menikmati..

Cinta Seratus Hari

Indah rasanya menikmati sore dalam suasana nyaman. Menikmati cerah langi-langit sore, menyambut datangnya kejora. Taman yang ada di kampus ini pun menjadi tempat yang pas untuk melepas lelah. Lelah dari aktifitas akademik sehari-hari..

Peter dan Tina duduk diantara penikmat sore di taman itu. Menikmati sore, memandang birunya langit, melepas lelah.. Mereka tak hanya berdua, ada sahabat-sahabat mereka disana. Berbeda dengan Peter dan Tina yang hanya memandang langit, para sahabatnya, Riko dan Arga justru melewati sore dengan bercengkrama canda tawa dengan pacar mereka masing-masing.

“duh, bosen banget”, Tina memecahkan suasana
“kenapa?”, respon Peter yang duduk tepat di sebelahnya
Sambil tetap memandang langit sore Tina berkata, “gue juga mau punya pacar yang berbagi waktu sama gue, seperti mereka” Tina menoleh kepada Riko dan Arga yang bercanda ria dengan pacarnya
“iyah, gue juga pengen banget berbagi seperti mereka”, Peter berkata dan ikut menoleh.

Tina kaget dengan perkataan Peter. Peter memang seorang yang tak banyak bicara. Tina mengira Peter nyaman dengan status jomblonya dan tak memikirkan hal-hal seperti ini. Sikap Peter yang tenang membuatnya sulit ditebak. Mereka terlelap dalam keluhan perasaan kesepian masing-masing dan berbicara angan dan mimpi lalu terhentak oleh sunyi. Mereka terdiam beberapa saat.

“Gue punya ide bagus”, untuk kedua kalinya Tina memecahkan suasana diantara mereka
“eh? Ide?”, respon Peter datar namun penuh dengan tanya
“iyah, kita adain permainan”, lanjut Dina bersemangat
“permainan apa?”, tanya Ardi
“emm..gampang sih permainannya. Aku jadi pacar kamu dan kamu jadi pacar aku tapi hanya untuk 100 hari aja. Gimana? Mau ngga?”

Peter kaget dengan permainan yang diajukan Tina tapi dengan yakin Peter menjawab, “ok. Gue juga ga ada rencana beberapa bulan ke depan”
“kok kamu ga semangat gitu sih, semangat donk!” ujar Tina yang disambut senyum hangat Peter
“berarti hari ini, hari pertama kita jadian dan berarti ini hari pertama kencan kita” lanjut Tina dengan semangat.
“gimana kalo kita nonton? Kalo gak salah ada film P.S I Love You yang lagi diputer, katanya bagus”, ajak Peter
“oke deh.. yuk! Kita pergi sekarang. Ntar pulang nonton kita karaoke ya.. ajak Riko dan Arga sama pacarnya, biar seru”
“boleh juga. Nge-date bareng nih..”

Peter dan Tina bergegas pergi nonton setelah berpamitan dan mengajak karaoke Riko dan Arga. Mereka janjian bertemu ditempat karaoke setelah Peter dan Tina nonton.

Selepas nonton Peter dan Tina terhanyut dalam alunan lagu-lagu yang mereka nyanyikan di tempat karaoke. Terhanyut dalam suasana indah menyenangkan. Namun sayang kebersamaan ini harus berakhir dengan malam yang semakin larut. Peter bergegas mengantar Tina pulang. Peter mengantar sampai depan pintu rumah kediaman Tina. Memastikan Tina tiba di kamarnya dan mengucapkan selamat malam untuknya, lalu Peter pun pulang.


***

Hari kedua mereka jadian Peter menjemput Tina. Mereka pergi ke kampus bareng. Layaknya orang normal berpacaran, pagi itu pun mereka saling menanyakan kabar dan memperhatikan pasangannya. Keduanya saling perhatian seolah mereka tidak merasa dalam suatu lingkaran permainan.

Ketika perkuliahan selesai Peter kembali menjemput Tina. Lalu mengantarnya pulang dan menjemputnya kembali sore harinya. Hari kedua ini mereka merencanakan makan malam bersama. Peter sudah memesankan tempat special untuk mereka.

Makan malam itu terasa sangat manis. Mereka makan di sebuah kafe di daerah dataran tinggi di kota Bandung. Cahaya lampu-lampu mewarnai Bandung di malam hari. Mereka syahdu dalam indahnya malam dan semakin romantis dengan alunan musik-musik indah yang disediakan pihak kafe.

Setelah makan malam Peter mengantar Tina pulang. Namun disela-sela lampu merah di tengah perjalanan mereka, Peter melihat suatu benda yang menariknya untuk membeli. Spontan saja Peter membalikan arah mobilnya menuju toko itu.
“lho kok puter balik?” ujar Tina heran

Peter tak membalasnya, terus berjalan dan langsung memberhentikan mobilnya tepat di tepi toko itu. Tina diajaknya ke dalam toko itu.
“mau ngapain kita?”, tanya Tina dan sekali lagi Peter tak membalas seolah tak peduli, Peter langsung menemui penjaga toko dan berkata sambil berbisik. Tina dibuatnya tampak kesal dan ditinggalkan sendiri di lobi toko itu.

Peter kembali menemui Tina yang di tinggalkan dengan rasa kesal. Di tangannya menggenggam kotak hitam. Lalu dibukalah kotak tersebut.
“kalung ini untuk kamu”, Peter mengeluarkan kalung liontin bintang itu dan memakaikannya ke leher Tina. Raut kesal Tina berubah seratus derajat menjadi wajah yang sumringah dan bahagia.

***

Hari ketiga. Hari ini setelah pulang kuliah mereka mampir ke sebuah mall. Peter mencari kado untuk adiknya yang berulang tahun hari ini. Lama mereka keluar masuk toko di mall tersebut sampai akhirnya usaha mereka membuahkan hasil. Kado cantik untuk adiknya tercinta. Sebuah boneka putri raja yang cantik lengkap dengan miniatur kamarnya.

Setelah itu mereka sejenak beristirahat dan melepas lelah di sebuah stage yang menyediakan kue dan es krim lezat. Semua menjadi lebih nikmat karena kelezatan kue dan es krim tersebut mereka makan bersama. Sepotong kue dan segelas es krim untuk berdua.

***

Hari ketujuh. Seminggu mereka jadian. Tak terasa bahwa satu minggu ini telah menjadi lebih indah sejak kebersamaan mereka satu sama lain. Tina menemani Peter berlatih basket di kampus. Ketika Peter berlatih Tina mengisi waktunya dengan membaca buku, duduk di tepi lapangan.

Selesai berlatih Peter lalu menemani Tina di tepi lapang sambil menghilangkan keringat. Sebuah bola basket tiba-tiba menghampiri mereka. Rasa ingin tau Tina keluar. Tina mengajak Peter memainkan bola basket itu kembali, bersamanya.

Lelahnya Peter terbuang begitu saja ketika menemani Tina bermain. Berlompat-lompat, berlari, senyum dan tawa menghiasi wajah mereka ketika bermain bersama.

Tina terlihat bersemangat, tak kenal lelah berlari-lari, melompat-lompat menangkap bola sampai akhirnya harus berhenti akibat kakinya sedikit terkilir akibat pendaratan lompat yang tak sempurna. Peter dengan cepat menolong Tina dan dipijitnya kaki Tina dengan lembut dan penuh kasih sayang.

***

Hari ke-25. Peter mengajak Tina makan malam. Kali murni datang dari Peter tidak ada kesepakatan seperti waktu itu. Peter memilih tempat yang sama seperti waktu itu tapi dengan spot yang berbeda. Kali ini Peter memilih spot yang menghadap langsung dengan alam terbuka. Lampu warna-warni semakin terlihat menghiasi malam kota Bandung. Suasana alam yang sejuk semakin mendukung keindahan dengan hadirnya ribuan bintang yang memeluk langit malam, yang mengelilingi cahaya bulan.

Peter menggeser bangkunya lebih dekat dengan Tina. Seperti awal mereka memulai permainan ini, mereka memandang langit. Namun kali ini mereka tak menemukan kejora. Bintang-bintanglah yang menghampiri mereka malam ini.

Keduanya seperti terbawa suasana malam. Tina merebahkan kepalanya di dada Peter. Tak berapa lama terlihat sebuah bintang bergerak seolah akan menghantam bumi. Bintang jatuh. Tina mengucapkan sesuatu dalam hatinya, permintaan hatinya yang terdalam.

***

Hari ke-41. Peter berulang tahun. Tina membuatkan kue ulang tahun untuk Peter. Kue ini memang bukan buatannya yang pertama, tapi kasih sayang yang timbul dalam hatinya membuat kue itu menjadi karyanya yang terbaik.

Bak kebahagiaan yang seolah baru menghampiri, Peter pun terharu menerima kue itu. Kejutan yang luar biasa bahagianya. Peter mengucapkan harapannya saat meniup lilin ulang tahun di kue itu.

***

Hari ke-67. Mereka menghabiskan waktu ke Dunia Fantasi. Menikmati wahana-wahana, makan es krim bersama, mengunjungi stand permainan yang berhadiah.

Peter berhasil memenangkan sebuah permainan dan menghadiahkan boneka Teddy Bear untuk Tina. Seolah tak mau kalah menunjukan cintanya Tina pun berhasil memenangkan permainan dan menghadiahkan pulpen untuk Peter. Barang-barang tersebut bermakna lebih karena seseorang yang bermakna yang memberikannya.

***

Hari ke-72. Terdapat sebuah festival besar di tengah kota Bandung. Banyak acara dan tempat bagus yang ditawarkan di sana. Begitu meriah..

Tina tiba-tiba saja menghilang ketika Peter membeli cemilan manis yang mengingatkan pada masa kecil, gulali. Peter menyuruhnya duduk di bangku di depan stand sulap. Namun ketika kembali, Peter tak menemukan Tina, Peter menunggu di sana.

Tina ternyata masuk ke stand sulap itu dan mencoba peramal yang ada di sana. Sang peramal hanya mengataka, “hargai waktumu bersamanya mulai sekarang”. Lalu peramal tersebut meneteskan air mata. Tina keheranan dibuatnya.

Tina kembali menemui Peter. Semua kata dan tetesan air mata sang peramal yang membuatnya heran terlupakan oleh suasana meriah festival tersebut.

***

Hari ke-84. Peter mengajak Tina ke pantai. Suasana pantai tampak sepi, dikarenakan hari ini bukanlah hari libur. Mereka melepas sandal dan berjalan di tepi pantai. Sambil berpegangan tangan, berpegangan tangan dan merasakan dinginnya air laut menghempaskan kaki mereka.

Mereka menikmati saat matahari mulai terbenam dengan berpelukan seerat-eratnya seolah mereka tak mau berpisah lagi.

***

Hari ke-99. Seratus hari permainan itu akan segera berakhir. Hari-hari penuh kebahagian itu akan segera usai. Namun sayangnya dari hari-hari yang mereka lewatkan bersama, tiada sedetik pun untuk mengatakan cinta atau sayang. Mereka, Peter dan Tina menganggap ini adalah sebuah permainan. Tanpa menghargai perasaan masing-masing.

Peter memutuskan agar mereka menjalani hari ini dengan santai dan sederhana. Mereka hanya berkeliling kota, melihat-lihat bangunan-bangunan di tengah kota. Lalu berakhir di taman kota.

Terik matahari sudah tak begitu menyengat. Sore datang. Peter dan Tina duduk-duduk di taman memandang langit. Tatapan mereka kosong, namun kegelisahan menghampiri diraut wajah masing-masing. Kegelisahan karena permainan yang mereka mainkan akan segera berakhir.

Pukul 15.20
“aku haus”, Tina memecahkan suasana
“oh, tunggu di sini biar aku yang beli minumannya. Kamu mau minum apa?” ujar Peter penuh perhatian
“biar aku aja yang beli. Kamu khan capek dah seharian nyetir keliling kota”
Peter mengangguk setuju. Kemacetan jalan kali ini memang membuatnya sedikit capek.
“kamu mau minum apa?” lanjut Tina
“disamain aja sama kamu”
“bentar yah” lalu Tina bangkit dari duduknya
“Tina” panggil Peter sambil bangkit dari duduknya. Tina menoleh “yah”
“aku ke toilet dulu yah” pamit Peter yang hanya dibalas sebuah senyuman manis oleh Tina. Mereka berjalan saling membelakangi.

Peter sedikit memeriksa kerapihan pakaiannya setelah dari toilet. Tina belum kembali. Tiba-tiba saja sesosok orang yang tak dikenal dengan setengah berlari datang menghampirinya.
“ada apa pak?” ujar Peter ramah penuh tanya
“ada seorang perempuan tertabrak mobil di jalan. Kelihatannya temanmu”

Mendengar berita itu Peter lari dengan sekencang-kecangnya. Di sana, di aspal yang berpanas sisa-sisa terik matahari siang tubuh Tina tergeletak bersimbah darah. Di tangannya menggenggam sebuah botol minuman. Sebotol minum untuk mereka berdua. Peter segera mengambil mobilnya dan segera melarikan Tina ke rumah sakit terdekat.

Peter menunggu dan berdoa tak henti-hentinya di luar ruang ICU tempat Dina dirawat. Keluarga Tina datang, lalu tak lama kemudian keluarga Peter pun tiba di sana.

Pukul 23.53
Seorang dokter keluar dengan wajah penuh penyesalan.
“maaf, yang terbaik sudah kami lakukan, dia masih bernafas. Namun kami tak tau kehendak Tuhan setelah usaha kami”
Lalu dokter mengeluarkan secarik kertas yang terkena percikan darah.
“kami menemukan ini di sakunya”, dokter menyerahkan secarik kertas itu ke Peter

Peter diperbolehkan masuk ke ruang Tina di rawat. Wajah Tina tampak pucat, namun pucatnya itu menampakan kedamaian. Peter duduk di kursi di samping pembaringan Tina. Digenggam tangan Tina dengan erat.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Peter merasakan torehan luka yang sangat mendalam di hatinya. Mencoba tegar, namun perasaannya yang mendalam tak mampu menahan butiran air mata yang mengalir dari kedua bola matanya. Peter mulai membaca secarik kertas tersebut.

Dear Peter
Ke-100 hari kita sudah hampir berakhir... Aku menikmati hari-hari yang kulalui bersamamu.
Walaupun kadang-kadang kamu jutek dan tidak bisa ditebak, tapi semua hal ini telah membawa kebahagiaan dalam hidupku...

Aku sudah menyadari bahwa kau adalah pria yang berharga dalam hidupku. Aku menyesal tidak pernah berusaha mengenalmu lebih dalam lagi sebelumnya.

Sekarang aku tidak meminta apa-apa. Aku hanya berharap kita bisa memperpanjang hari-hari kebersamaan kita. Sama seperti yang kuucapkan pada bintang jatuh malam itu. Aku ingin kamu menjadi cinta sejati dalam hidupku. Aku ingin menjadi kekasihmu selamanya dan berharap kamu juga bisa berada di sisiku seumur hidupku.

Peter, aku sangat sayang padamu

Pukul 23.58
“Tina, apa kamu tau harapan apa yang aku ucapkan dalam hati saat meniup lilin ulang tahunku? Aku pun berdoa agar Tuhan mengijinkan kita bersama-sama selamanya.

Tina kamu tidak bisa meninggalkan aku. Hari yang kita lalui baru berjumlah 99 hari. Kamu harus bangun dan kita akan melewati puluhan ribu hari bersama-sama.

Aku juga sayang kamu. Tina jangan tinggalkan aku. Jangan biarkan aku kesepian. Tina, aku sayang kamu…”

Takdir Tuhan berbicara. Tepat pukul 00.00, jantung Tina berhenti berdetak. Tepat di keseratus hari mereka.

Tidak ada komentar: